Pangkalan Brandan, Kota Minyak Pertama di Indonesia

Pangkalan Brandan

Pangkalan Brandan adalah sebuah kota yang terletak di sebuah kawasan pelabuhan yang terletak di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Indonesia. Terletak di bagian pesisir pantai timur pulau sumatera, 64 km sebelah barat laut kota binjai.

Pangkalan Brandan merupakan wilayah gerbang yang bersebelahan perbatasan Sumatera Utara dengan Aceh. Populasi daerah Pangkalan Brandan ini sekitar 21.000 jiwa

Pada tahun 1870, industri pengolahan minyak bumi pertama kali terbentuk setelah sumur minyak dunia yang ada di Pennysylvania, Amerika Serikat di temukan pada tahuun 1859. Itulah sumur minyak bumi tertua di dunia.

Sementara itu, tahun 1883 rembesan minyak bumi di Indonesia ditemukan pertama kali secara tidak sengaja di daerah Langkat, Sumatera Utara. Dari temuan rembesan secara tidak sengaja tersebut, akhirnya dua tahun kemudian minyak bumi berhasil ditemukan dari sumur Telaga Tunggal. Pada saat itu minyak di temukan oleh seorang ahli perkebunan tembakau dari Robacco Maatschappij, yang berpindah dari jawa ke sumatera.

Pangkalan Brandan juga tercatat sebagai salah satu ladang minyak tertua di indonesia dan telah di eksplorasi sejak zaman Hindia Belanda. Sumurnya dapat di telusuri sebagai asal muasal raksasa minyak dunia Royal Dutch Shell.

Pada tanggal 13 Agustus 1947 juga telah terjadi peristiwa bersejarah di tempat ini yang di kenal dengan Brandan Bumi Hangus ( BBH), mirip dengan Bandung Lautan Api. Setiap tanggal 13 Agustus masyarakat Pangkalan Brandan melakukan

 

Lokasi Sumur Minyak di Pangkalan Brandan

Peristiwa Minyak Pertama Indonesia 1885
Telaga Said, Saksi Bisu Peristiwa Minyak Pertama Indonesia 1885

Tempat penemuan sumur minyak pertama di indonesia berlokasi di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Lokasi titik persis berada sekitar 110 km barat laut dari kota Medan, ibu kota Sumatera Utara. Karena menjadi sumur minyak pertama di temukan nya di indonesia, maka di sebut dengan Telaga Said Tunggal No 1.

Mengutip Dunia Energi sejarah minyak di indonesia di mulai dari lokasi sumur tersebut. tapi akses jalan ke lokasi tersebut sungguh miris karena jalan yang jelek, dan susah di lalui menggunakan kendaraan. tapi sayangnya lokasi bersejarah itu menjadi terbengkalai, padahal lokasi tersebut bisa saja di jadikan tempat wisata bersejarah.

 

Sejarah Pertama Perminyakan Indonesia

 

Sumur Bor minyak
Lokasi Pengeboran Minyak di Telaga Said

Aeilko Jans Zijker, adalah sosok di balik penemuan sumur minyak bumi pertama di Indonesia. Dia merupakan ahli di bidang perkebunan tembakau dari Deli Tobacco Maatschappij, yang pindah dari Jawa ke Sumatra.

Saat dia melakukan inspeksi di area perkebunan, dia menemukan genangan air yang bercampur dengan minyak bumi. Melihat hal tersebut, dia mengambil sampel air dan membawanya ke Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia untuk di analisis hasilnya, setelah di lakukan penelitian terbukti jika cairan tersebut mengandung minyak sebesar 59 persen.

Mengetahui fakta tersebut, pada tahun 1882 Zijker bertolak ke Belanda, untuk mencari pendanaan guna melakukan eksplorasi dan pengeboran lebih lanjut. Kemudian baru di tahun 1883, dia kembali ke tanah air dan mengurus perizinan.

Sultan wilayah yang memimpin kala itu yakni Sultan Musa kemudian memberikan konsensi lahan sebidang 3,5 kilometer persegi atau sekitar 350 hektare. Tidak langsung lancar, pengeboran di sumur pertama ini rupanya tidak mengeluarkan hasil minyak yang di harapkan.

Masih dengan mengeksplor di sekitar wilayah lahan konsensi, pengeboran akhirnya di lakukan lagi di sisi lebih timur kawasan eksplorasi. Pada tahun 1884, dua bulan pengeboran di sumur pertama itu hanya berhasil mengeluarkan minyak sebanyak 200 liter saja.

Tidak sampai di situ, lalu berpindah ke sejumlah lokasi yang masih dalam lingkup konsensi, baru di tahun 1885 pengeboran di salah satu titik lokasi yang saat ini di kenal sebagai Desa Telaga Said akhirnya membuahkan hasil.

 

Mulai Keringnya Minyak Pangkalan Brandan

Runtuhnya masa kejayaan sumur minyak mentah di Desa Telaga Said ini mulai terasa di sekitaran tahun 1990 an. Seiring berjalannya waktu, cadangan minyak di telaga said sudai mulai berkurang bahkan mulai mengering.

30 Tahun kemudian sumur minyak mentah ini mulai di tinggalkan perusahaan belanda setelah menghasilkan jutaan barel minyak bumi yang di ambil dari tanah langkat. Pengeboran sumur minyak itu sendiri sebelum tahun 1942 telah mencapai 760 telaga.

Tugu Perminyakan di Telaga said

tugu 100 tahun
Tampak Tugu 100 tahun Yang mulai Tidak Terawat

Lokasi tugu minyak itu sendiri cukup sulit di akses, jalan yang bergelombang tanpa aspal dan jalan yang di lalui melewati perkebunan sawit.

Desa telaga said berjarak sekitar 110 km dari kota medan dan berjarak 24 km dari kota Pangkalan Brandan. Ketika sudah tiba di lokasi , terdapat tulisan yang kalau di baca bertuliskan “Telaga Tunggal 1885-1985”.

Tugu ini sendiri di buat untuk memperingati 100 tahun perminyakan di indonesia. Tugu yang tingginya hampir 2 meter tersebut di resmikan pada 4 Oktober 1986, oleh Ir Suyetno Patmokismo, Pimpinan umum daerah Pertamina Sumatera bagian utara.

 

Penutupan Minyak di Pangkalan Brandan

Kilang minyak Pangkalan Brandan pernah di bakar pada tahun 1947 saat masa agresi militer.

Kilang minyak Pangkalan Brandan di tutup sejak awal 2007 di sebabkan oleh kurangnya pasokan minyak maupun gas di titik tersebut.

 

 

 

 

 

Sejarah Pangkalan Berandan, Kota Berandan Bumi Hangus

Sejarah Pangkalan Berandan

 

Sejarah Pangkalan Berandan
Rumah Keluarga Bangert di Halaman Depan Rumah di Pangkalan Brandan 1914 – 1915

Sejarah Pangkalan Berandan sebuah kota kecil di provinsi Sumatera Utara, Indonesia, terkenal tidak hanya karena penemuan minyaknya tetapi juga karena peristiwa sejarah yang di kenal sebagai “Berandan Bumi Hangus”. Artikel ini akan membahas latar belakang, peristiwa, dampak, dan pentingnya “Berandan Bumi Hangus” dalam konteks sejarah dan sosial di Pangkalan Berandan.

Sejarah Latar Belakang Berandan Bumi Hangus

Peristiwa Berandan Bumi Hangus terjadi pada masa Perang Dunia II dan merupakan bagian dari perjuangan Indonesia melawan penjajahan. Pada masa itu, Pangkalan Berandan, yang di kenal sebagai pusat produksi minyak, menjadi lokasi strategis dan vital. Penguasaan wilayah ini oleh berbagai pihak, termasuk Jepang dan Belanda, menambah kompleksitas situasi politik dan sosial di daerah tersebut.

Penemuan Minyak di Pangkalan Berandan

Sejarah minyak Pangkalan Berandan di mulai pada awal abad ke-20, dengan penemuan cadangan minyak yang signifikan pada tahun 1885 oleh perusahaan Belanda, Royal Dutch Shell. Penemuan ini menjadikan Pangkalan Berandan sebagai pusat industri minyak di Indonesia. Selama Perang Dunia II, minyak di Pangkalan Berandan menjadi salah satu sumber daya yang sangat di cari dan di perebutkan. Akibatnya, situasi ini meningkatkan ketegangan di daerah tersebut dan memperburuk konflik yang sudah ada.

 

Sejarah Peristiwa Berandan Bumi Hangus

Peristiwa Berandan Bumi Hangus, yang merujuk pada strategi militer untuk menghancurkan infrastruktur dan fasilitas penting selama konflik, pada saat itu, menunjukkan bagaimana tindakan tersebut secara langsung mempengaruhi wilayah tersebut.

untuk mencegah fasilitas minyak jatuh ke tangan musuh, pasukan Jepang melakukan pembakaran besar-besaran di Pangkalan Berandan. Strategi ini di kenal sebagai “bumi hangus”, di mana seluruh area yang tidak bisa di pertahankan di hancurkan. Pembakaran dan perusakan ini menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur industri minyak, serta mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang signifikan.

Kota Pangkalan Berandan mengalami kehancuran besar-besaran, dengan banyak bangunan dan fasilitas yang rusak atau hancur total. Dampak dari peristiwa ini sangat di rasakan oleh masyarakat setempat. Banyak warga yang kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka akibat kerusakan yang terjadi. Selain itu, akibat pembakaran fasilitas minyak dan infrastruktur, produksi minyak terhambat. Sebagai hasilnya, sumber pendapatan utama bagi banyak keluarga juga terganggu.

Masyarakat Pangkalan Berandan harus menghadapi tantangan besar dalam proses pemulihan. Dengan kehilangan infrastruktur dan sumber daya, mereka harus bekerja keras untuk membangun kembali kehidupan mereka dan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi.

 

Peristiwa Berandan Bumi Hangus

Latar Belakang dan Kejadian

Peristiwa Berandan Bumi Hangus terjadi sebagai respons terhadap ancaman Belanda dan Sekutu. Pada 13 Agustus 1947, pasukan Laskar/Tentara Republik Indonesia (TRI) membakar instalasi minyak di Pangkalan Berandan untuk mencegahnya jatuh ke tangan Belanda. Peristiwa ini bagian dari Agresi Militer Belanda yang dimulai pada 21 Juli 1947 untuk merebut kembali wilayah Indonesia.

Strategi dan Dampak

Pasukan Belanda berusaha merebut tambang minyak Pangkalan Berandan, tetapi strategi bumi hangus diterapkan oleh TRI untuk menghancurkan fasilitas penting. Pada 5 Agustus 1947, tentara Sekutu sudah memasuki Kecamatan Tanjungpura, namun laskar Indonesia berhasil menahan mereka di Kecamatan Gebang dengan merobohkan Jembatan Titi Air Tawar. Meskipun Belanda berupaya merebut kembali tambang, Panglima Devisi X TRI memerintahkan penghancuran tambang minyak.

Penghancuran dan Evakuasi

Pada 11 Agustus 1947, Mayor Nazaruddin mengeluarkan maklumat kepada penduduk untuk meninggalkan Pangkalan Berandan sebelum 12 Agustus. Jembatan di Desa Securai diputuskan untuk menghambat laju tentara sekutu. Sekitar pukul 03.00 WIB pada 13 Agustus, kobaran api melanda Pangkalan Berandan, membakar tangki-tangki besar berisi crude oil, pondasi penyulingan, dan gedung-gedung perusahaan tambang minyak.

Dampak dan Peringatan

Pengaruh Terhadap Masyarakat

Peristiwa Berandan Bumi Hangus membawa dampak signifikan bagi masyarakat Pangkalan Berandan. Pembakaran fasilitas industri menyebabkan kerusakan parah pada infrastruktur dan mempengaruhi kehidupan ekonomi lokal. Masyarakat setempat harus menghadapi tantangan besar dalam proses pemulihan pasca-konflik.

Peringatan dan Napak Tilas

Setiap tahun pada 13 Agustus, Pangkalan Berandan memperingati peristiwa ini dengan menggelar napak tilas, dokumenter, dan pertunjukan drama kolosal. Peringatan ini bertujuan untuk mengenang dan menghormati peristiwa bersejarah serta menyebarluaskan informasi mengenai keberanian dan pengorbanan yang terjadi selama konflik.

 

Pentingnya Sejarah

Sejarah Berandan Bumi Hangus memberikan pelajaran berharga tentang dampak dari konflik berskala besar terhadap masyarakat lokal dan ekonomi. Peristiwa ini sangat berdampak pada masyarakat setempat.

Pelajaran dari peristiwa ini menggarisbawahi pentingnya perlindungan terhadap infrastruktur vital dan dampak jangka panjang dari perang terhadap komunitas lokal. Menghormati dan mempelajari sejarah Berandan Bumi Hangus adalah cara untuk menjaga warisan sejarah Pangkalan Berandan. Dengan memahami kejadian tersebut, generasi sekarang dan mendatang dapat menghargai ketahanan dan semangat masyarakat Pangkalan Berandan yang telah melalui masa-masa sulit.

Tugu atau monumen yang memperingati peristiwa ini sering kali menjadi tempat untuk mengenang dan menghormati mereka yang terkena dampak serta sebagai pengingat pentingnya perdamaian dan rekonsiliasi.